Interaksi Manusia Dengan Lingkunganya
REVIEW JURNAL
INTERAKSI MANUSIA DENGAN LINGKUNGANNYA
Dosen pengampuh :
HJ.Nur Ratika Syamsiar, S.PWK, M.SP.
INTERAKSI MANUSIA DENGAN LINGKUNGANNYA
Dosen pengampuh :
HJ.Nur Ratika Syamsiar, S.PWK, M.SP.
OLEH :
NAMA : IJANG GUMILANG
NIM :D0221382
KELAS : A (2021)
PRODI : TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
2021/2022
2021/2022
ABSTRAK
Manusia tidak pernah mampu melepaskan ketergantungannya akan alam dalam hidupnya semenjak dulu. Di sisi lain, alam juga memiliki ketergantungan dengan manusia walaupun tidak terlalu besar. Kepribadian lingkungan yang dimiliki manusia sedikit banyak menentukan interaksi manusia dengan lingkungan alam di sekitarnya. Kemudian, pada aplikasinya manusia berusaha mengembangkan kehidupan yang bisa jadi memiliki akses negatif terhadap kelangsungan hidup dan keberadaan lingkungan. Pada titik ini, kendali atas pengusahaan sumber daya alam dan sebagainya harusnya mulai dilakukan agar tidak merusak keseimbangan alam.
PENGANTAR
Ketika manusia lahir saat itulah untuk pertama kalinya ia berkenalan dengan dunia luar yang akan menjadi lingkungan bagi dirinya. Ketergantungan manusia terhadap lingkungannya memulai kisahnya saat itu. Pena memang telah tergoreskan, tidak bisa tidak. Jika manusia ingin berhenti dan memutus rantai ketergantungannya terhadap lingkungan maka sesungguhnya ia perlu mati. Tetapi sebenarnya hubungan antara manusia dengan lingkungannya adalah suatu interaksi, jadi jelas sudah bersifat dua arah. Bahkan ketika lingkungan atau alam harus hancur karena manusia maka di sisi lain manusiapun tidak bisa memungkiri betapa semakin tertatihnya ia hidup tanpa alam. Perjalanan hubungan manusia dan alam ini tak ubahnya potret hitam putih. Betapapun indahnya, ironi yang diperlihatkan secara nyata terlalu pahit untuk diingkari.
Environmental Personality
Sebagai hal yang belum banyak dikenal, environmental personality yang dikembangkan oleh McKechnie (dalam Gifford, 1997) menjabarkan beberapa klasifikasi tipe manusia berkepribadian lingkungan, yaitu :
a. Pastoralism di mana individu yang memiliki poin tinggi di sini adalah individu yang suka menentang penggunaan dan pengembangan lahan secara salah dan semena-mena tanpa memperhatikan keseimbangan eksosistem dan dampaknya terhadap lingkungan.
b. Urbanism di mana individu yang tergolong dalam kategori ini adalah mereka yang mampu menikmati lingkungan dengan kepadatan tinggi dan sangat menghargai keragaman stimulasi antar pribadi dan budaya salam kehidupan kota.
c. Environmental adaptation di mana individu yang tergolong dalam kategori ini adalah mereka yang secara baik mampu melakukan pengurangan ketidaksesuaian kebutuhan sebagai manusia dengan keadaan yang ada dengan merubah lingkungannya.
d. Stimulus seeking di mana individu yang tergolong dalam kategori ini adalah mereka yang memiliki kecenderungan suka bersenang-senang dan melakukan eksplorasi alam dan sangat menikmati sensasi fisik yang sifatnya intens dan kompleks yang di dapat dari kegemarannya melakukan perjalanan dan petualangan.
e. Environmental trust di mana individu yang tergolong dalam kategori ini adalah mereka yang memiliki kecenderungan untuk mampu percaya pada suatu lingkungan, tidak takut dengan lingkungan baru dan tidak takut menjadi sendiri dalam lingkungan tersebut.
f. Antiquarianism di mana individu yang tergolong dalam kategori ini adalah mereka yang begitu menikmati perjalanan dan kunjungan ke tampat-tenpat bersejarah, tempat-tempat dengan desain tradisional dan menghargai produk-produk dari masa lampau.
g. Need for privacy di mana individu yang memiliki poin tinggi pada kategori ini adalah mereka yang memiliki kecenderungan untuk sering membutuhkan keadaan lingkungan yang tenang, suka berada dalam keadaan terisolasi, menghindari gangguan dan mencari kesendirian.
h. Mechanical orientation di mana individu yang tergolong dalam kategori ini adalah mereka yang suka menikmati proses mekanis dan teknologi, senang menghandle segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan orang lain dan sangat peduli terhadap cara kerja sesuatu hal atau benda yang menarik perhatiannya.
Manusia Kepada Alam
Manusia dapat pula mempengaruhi alam sebagaimana alam mempengaruhi manusia. Ketika alam membentuk perilaku manusia maka manusiapun dapat membentuk perilaku alam di luar konteks kebiasaannya (Bell, Fisher, Baum & Greene, 1996). Manusia dengan segala perilakunya merusak alam dan menciptakan banjir di lingkungan tempat tinggalnya dan secara sebaliknya banjir yang rutin terjadi membentuk perilaku yang khas dari mereka yang tinggal di kawasan tersebut dibandingkan mereka yang tinggal di kawasan bebas banjir. Sebuah contoh sederhana ini mungkin akan menjadi langkah awal yang baik untuk merenungi bagian selanjutnya dari tulisan ini.
Di sisi lain sebenarnya banyak yang bisa diberikan manusia kepada alam dan lingkungannya. Setidaknya ada sebuah sisi yang seharusnya dipahami manusia bahwa alam memiliki karakteristik yang berbeda dengan teknologi. Jika teknologi dapat dikembangkan untuk membantuk kegiatan manusia maka alam sesungguhnya tidak perlu dikembangkan karena ia sudah dan akan selalu memberi banyak hal kepada manusia. Hanya saja alam perlu dijaga dan dirawat (maintenance) karena kerusakan pada alam akan memberi akibat dan konsekuensi yang berkepanjangan dalam hidup manusia (Veitch & Arkkelin, 1995).
Tipikal manusia yang kurang peduli dan tidak mau belajar untuk lebih peduli cenderung semakin memperburuk hubungan manusia dan lingkungan dan justru memperjelas ironi yang ada. Penebangan hutan, peladangan berpindah, reklamasi pantai, penutupan awa, pencemaran udara dan sungai mungkin hanya segelintir masalah yang telah menciptakan permasalahan baru bagai mata rantai yang sulit untuk diputus. Banjir, tanah longsor, udara yang terasa bertambah panas dan timbulnya banyak jenis penyakit seperti hanya membuka mata sebagian kecil manusia saja. Berbagai kepentingan individual dan kelompok dengan latar belakang industri dan komersialis yang seringkali berlindung di balik nama kepentingan masyarakat seperti sudah membutakan segalanya. Hal ini semakin diperparah dengan ketidaktahuan banyak orang tentang lingkungan dan ketidakmaupedulian tentang betapa pentingnya lingkungan yang sehat dan baik buat manusia itu sendiri.
Eksplorasi alam dalam beberapa fakta memang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Hanya saja perusakan sumber daya alam juga kian mencemaskan. Yusuf (2000) mengatakan bahwa penggunaan air, pupuk, dan insektisida juga semakin besar. Penebangan hutan dan penyedotan minyak bumi semakin sering dilakukan. Penggunaan mobil, kapal laut dan kapal terbang bagi kemajuan perdagangan dan komunikasi menambah pencemaran di tanah, laut dan udara. Kerugian-kerugian yang harus diderita oleh sumber daya alam tampaknya kurang diperhitungkan setidaknya secara seksama oleh masyarakat banyak.
Chiras (dalam Yusuf, 2000) menjelaskan bahwa manusia dengan mental frontier atau pendobrak lahan baru adalah manusia dengan pandangan yang berpusat pada manusia atau antroposentris dan memiliki tiga persepsi sebagai ciri khasnya, yaitu :
a. Memandang alam dan bumi sebagai pemberi sumber bahan kehidupan manusia yang tidak terbatas dengan keyakinan bahwa selalu ada sesuatu lagi
b. Memandang manusia sebagai makhluk hidup di luar alam dan bukan bagian dari alam
c. Memandang alam sebagai sesuatu yang perlu dikuasai
Dengan mental frontier ini masyarakat yang berkembang dengan basis industri mendirikan beratus pabrik besar dan kecil dengan eksplorasi dan eksploitasi secara maksimal (Yusuf, 2000). Biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti kerusakan lingkungan sumber daya alam sebagai external cost tidak pernah diperhitungkan.
Hadi (2000) menyebutkan bahwa keberadaan manusia di muka bumi memiliki dimensi ganda, sebagai perusak dan pemelihara. Dengan daya nalarnya manusia mampu menciptakan keserasian dengan lingkungannya, tetapi di lain pihak dengan daya nalarnya pula manusia memiliki potensi besar merusak lingkungan.
KESIMPULAN
Segala sesuatunya memang dimulai dari diri sendiri. Setiap hal yang kompleks dimulai dari hal yang sederhana dan setiap perjalanan panjang dimulai dari sebuah langkah kecil. Tak usah bermimpi menjadi matahari sebab dengan menjadi lilin kecil dalamkegelapan kita sudah menjadi sangat berguna buat sekeliling kita.
Semakin lama manusia seperti mengeksplorasi alam terlalu berlebihan dalam konteks tidak ada imbalan sepantasnya di terima alam. Hubungan yang ada bukan lagi bersifat menguntungkan tetapi manusia sudah seperti dewa yang menguasai segalanya di bumi ini. Mata rantai ini – entah bagaimana caranya dan sulitnya – harus coba untuk diputus. Jika tidak, pada saat alam dan lingkungan sudah menjadi sangat terusik mereka akan melakukan protes dengan caranya sendiri melalui serangkaian bencana alam yang jelas tidak mungkin dikendalikan manusia. Pada saat itulah manusia baru sadar bahwa sesungguhnya ketidakberdayaan akan muncul dari setiap bentuk arogansi dan pengedepanan keuntungan pribadi dengan dalih kepentingan masyarakat. Maka pada akhirnya kita memang harus sadar bahwa sampai kapan pun alam dan lingkunganlah yang selalu memberi pelajaran pada kita agar kita menjadi lebih dewasa. Ironis sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Aristiarini, A. 1996. PLTN Chernobyl dan faktor Manusia. Dalam Y.A. Prasetyo, M. Anung & M. Pakpahan (Eds). Pembangunan PLTN: Demi kemajuan peradaban? (sebuah bunga rampai). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Bell, P.A., Fisher, J.D., Baum, A., & Greene, T.C. 1996. Environmental psychology (fourth edition). Orlando: Harcourt Brace & Company.
Franken, R.E. 2002. Human motivation (fifth edition). Belmont: Wadsworth.
Gifford, R. 1997. Environmental psychology: Principles and practices (second edition). New York: Allyn & Bacon.
Hadi, S.P. 2000. Manusia dan lingkungan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Moran, E.F. 1979. Human adaptability: An introduction to ecological anthropology. Massachusetts: Duxbury Press.
Soerjani, M. 2000. Perkembangan kependudukan dan pengelolaan sumber daya alam: Pembangunan berkelanjutan dalam otonomi daerah. Jakarta: Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan.
Veitch, R., & Arkkelin, D. 1995. Environmental psychology: An interdisciplinary perspective. New Jersey: Prentice Hall.
Yusuf, M. 2000. Pendidikan kependudukan dan etika lingkungan. Yogyakarta: Lembaga Studi dan Inovasi Pendidikan.
Komentar
Posting Komentar